ZAMAN KERAJAAN MAURYA DAN ZAMAN KERAJAAN SETELAH MAURYA
Tugas:
Membuat Makalah Hinduisme
Oleh:
Ati Puspita
1111032100055
PENDAHULUAN
Agama Hindu atau
Hinduisme adalah agama jutaan penduduk India. Agama ini sama sekali tidak
memiliki bentuk dan merupakan suatu unsur himpunan yang tidak
sama dan tidak tetap.ia diibaratkan sebuah bola salju yang menggelinding dan
semakin membesar, karena menghisap semua yang dilaluinya, tanpa ada yang
tertinggal dan tanpa ada yang dibuang. Terhadap Hinduisme tidak dapat diterapkan
rumusan seperti biasa untuk merumuskan agama, karena: [1]
- Tidak mempunyai pendiri, sehingga tidak dapat disimpulkan dari khutbah atau ajaran yang menyatakan siapa dia berasal.
- Para pemeluknya tidak diharuskan untuk mempercayai suatu keyakinan tertentu mengenai Tuhan, manusia, dan alam.
- Tidak ada sesuatupun pangakuan iman yang disepakati oleh para pengikutnya.
- Tidak ada suatu organisasi keagamaan yang menghimpun semua penganutnya.
Sekarang
pengetahuan tentang sejarah bangsa Arya itu lebih lengkap dan lebih jelas daripada sejarah
bangsa-bangsa asli India di zaman purbakala. Bangsa dravida lama-kelamaan
dipengaruhi oleh bangsa Arya, sehingga terjadilah pertempuran kebudayaan dan
agama baru.[2]
Zaman agama
Buddha mempunyai corak yang sangat lain dari agama Weda. Zaman Agama Buddha ini
diperkirakan berlangsung antara 500 SM – 300 SM.[3]
Perlu diketahui bahwa peradaban pada masa ini telah dapat
disejajarkan dengan peradaban-peradaban seperti Yunani, Mesir, dan Eropa yang
telah maju. Pengetahuan tentang Sejarah kerajaan ini dapat menambah pengetahuan
kita tentang sejarah dunia, selain itu dapat dikomparasikan dengan
kerajaan-kerajaan nasional yang juga berpengaruh pada dunia kala itu.[4]
Zaman timbulnya kerajaan-kerajaan Arya. Zaman
Pemerintahan raja-raja Maurya.
Raja-raja
Magadha yang terkenal ialah Sisunaga (642 SM), Bimbisara (582 SM), dan
Ajatasatru, nama lain Kunika (554 SM). Bimbisara memperluas kerajaan Magadha
dan menaklukan kerajaan-kerajaan di sekelilingnya. Di masa pemerintahan
Ajatasatru agama Buddha dan Jaina mulailah bersaing untuk merebut kedudukan
yang terpenting. Menurut berita di masa itu Devadatta seorang keponakan Buddha
melawan agama Buddha dan mendirikan cabang agama baru yang mempunyai pengikut
hingga abad ke-7, tarikh Masehi. Ajasatru memperluas kerajaan Magadha dan
memindahkan ibukotanya ke Pataliputra, di tepi sungai Gangga.[5]
Kota itu amat mahsyur terlebih setalah menjadi ibu raja-raja Maurya di belakang
hari.[6]
Beberapa
tahun kemudian di waktu pemerintahan Udaya, cucu Ajatasaru (kurang lebih 516
SM) Darios dari Persia menaklukan daerah di Sindh dan Punjab, di hulu sungai
Indus. Dalam berita-berita itu tertulis bahwa
raja Persia mempunyai prajurit-prajurit bangsa India yang turut berjuang di
tanah Yunani. [7]
Sejak abad ke-5
SM, sejarah kerajaan Magadha tidak begitu jelas lagi. Yang agak dapat
dipercayai adalah kisah ini. Salah seorang keturunan Bimbasara yang tidak
begitu besar kuasanya dibunuh dan diganti menterinya yang bernama Mahapadma
Nanda dari golongan Sudra. Raja itulah asal keturunan 9 orang raja yang
berturut-turut memerintah Magadha sampai tahun 322 SM. Pada tahun itu Nanda
yang penghabisan dibunuh oleh oleh Chandragupta Maurya. Menurut dugaan ia
adalah seorang keturunan Nanda juga akan tetapi kawin dengan perempuan kasta
rendah. Dengan Chandragupta mulailah riwayat kejadian-kejadian di India jelas
dan dapat ditentukan. Diwaktu pemerintahan raja itu, Magadha berhasil merebut
kuasa yang seluas-luasnya. Akan tetapi dua tahun sebelum ia diangkat menjadi
raja terjadilah peristiwa yang besar akibatnya bagi seluruh India, yaitu
penyerbuan Iskandar Zulkarnain ke India utara. [8]
1.)
Penyerbuan Iskandar Zulkarnain ke India
Iskandar
Zulkarnain adalah seorang raja dan panglima besar Yunani yang mahsyur dalam
sejarah Barat purbakala. Ayahnya memerintah dalam negeri kecil, yaitu Makedonia,
bagian dari tanah Yunani. Waktu masih muda ia mendapat pendidikan yang luas, bukan
dalam keprajuritan saja tapi dalam ilmu filsafat dan pemerintahan juga.[9]
Ayahnya
mempunyai cita-cita untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Yunani dan
memperluas kerajaannya sampai ke daerah Asia, akan tetapi sebelum ia dapat
menjalankannya, ia dibunuh oleh seorang penjahat.[10]
Putra
mahkota Iskandar juga yang pada ketika itu baru berumur 24 tahun menjadi raja
di negeri Makedonia sebagai penggantinya. Iskandar
mengadakan persediaan untuk meneruskan niat ayahnya itu. Di tahun 334 SM balatentaranya menyebrang
selat Hellesponts yang memisahkan Eropa dengan Asia. Dengan cepat seperti
halilintar ia menaklukan Asia Muka (Turki sekarang), Syria, Palestina, Mesir, Persia,
dan Baktria, sehingga di tahun 327 SM jadi sudah tujuh tahun sudah meninggalkan
negerinya, balatentaranya tiba di batas India, negeri yang mengandung banyak
rahasia kekayaan dan hasil-hasil kebudayaan yang luhur. Bagi seorang pahlawan
yang muda, remaja nafsunya tidak dapat tertahankan lagi untuk memasuki dan
memerangi India yang sudah begitu dekat di hadapannya.[11]
Setelah
didirikannya benteng-benteng pertahanan di tapal India dan Baktria. Maka tahun
327 SM turunlah ia ke lembah India melalui pegunungan Hindu – Kush dan
jurang-jurang yang dalam.[12]
Menurut berita, Iskandar
mula-mula tidak mendapatkan perlawanan dalam negeri-negeri yang didudukinya. Di
antara negeri yang terkenal itu ialah negeri Takkashila. Peninggalan kota itu
sekarang masih nampak di dekat kota Rawalpindi. Ia menyebrangi hulu sungai
India dan terus memasuki Punjab atau negeri lima sungai. Akan tetapi ketika
melalui sungai Jhilam (dalam bahasa Yunani: Hydaspes) Iskandar mengalami
perlawanan hebat yang belum pernah dialaminya dalam tujuh tahun, sejak ia
menyerbu ke Asia. Tatkala Iskandar sampai di tepi sungai Jhilam, raja negeri
Poros sudah siap sedia menantikan kedatangannya dengan tentara terdiri dari
30.000 serdadu berjalan, 4000 serdadu berkuda, 300 kereta perang yang ditarik
empat ekor kuda, 200 gajah perang, semua membawa senjata yang lengka. Iskandar
lebih dari tiga bulan terhambat dan terpaksa mengadakan persediaan untuk
melawan, balatentara yang kuat itu. Akhirnya dapatlah ia menyerang pasukan
gajah raja Poros itu dulu, sehingga terjadi kekacauan di antara
binatang-binatang itu. Mereka menginjak serta membantingkan baik musuh maupun
pasukan raja sendiri dengan belalainya sampai mati. Sesudah itu barulah pasukan
berkuda mengepung dan menghalaukan balatentara Poros itu ke pinggir sungai
Jhilam yang dalam itu. Tidak lama kemudian raja Poros terpaksa menyerah, setelah
ia mendapat luka-luka yang parah. Iskandar menghormati musuhnya dan
memerdekakan tawanan semuanya, mereka berjanji akan berkerja sama dengan orang
Yunani.[13]
Tiba di tepi
sungai bias, balatentara Iskandar mogok dan
mengatakan tidak bersedia berperang lagi, melainkan hendak pulang ke Yunani
yang tujuh tahun mereka tinggalkan. Dengan bijaksana Iskandar memenuhi kemauan
tentaranya dan mengumumkan supaya perang di India diselesaikan pada tempat itu
saja. Sebelum balik ke Yunani, Iskandar mendirikan dua belas candi sebagai
tanda peringatan dan tanda perasaan berterima kasih kepada dewa-dewa
kebangsaan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 326 SM.[14]
Iskandar
menganggap negeri-negeri itu semuanya masuk bagian-bagian kerajaannya dan ia
berharap akan lekas kembali ke India. Sebagai wakilnya untuk memerintah
negeri-negeri yang takluk itu diangkatnya Poros, musuh lama itu. Akan tetapi
kedatangan ajalnya kedatangan ajalnya tidak dapat dielakkan dan dengan wafatnya
tidak lama kemudian, India terlepas dari kerajaan Yunani.[15]
Meskipun penjajahan politik lenyap dari India tidak berarti
peristiwa itu tidak ada akibatnya. Karena sejak itu terjadilah hubungan yang
erat antara India dengan negeri Barat. Perhubungan lalu lintas yang melalui
jurang Khaibar sudah terbuka juga pertalian dengan kota-kota di pantai Persia.
Hasil dan bahan-bahan dari india mulai mengalir ke negeri Barat dan sejak zaman
itu terjadilah perhubungan antara Timur dan Barat.
2.)
Pemerintahan
raja-raja Maurya
Mengingat
lemahnya kedudukan wakil-wakil yang ditinggalkan oleh Iskandar di India
mengertilah kita bahwa tidak lama setelah kabar wafatnya Iskandar terdengar, penduduk
negeri-negeri itu langsung bertindak untuk merebut kemerdekaannya. Pemimpin
gerakan itu bernama Chandragupta, keturunan raja Nanda di Magadha yang dibuang
keluar negerinya dan lari ke India Utara. Tidak dapat tidak Chandragupta pernah
bertemu juga dengan Iskandar dan sebagai pemuda bangsawan yang mempunyai
perasaan keprajuritan itu tentu tertarik oleh kegagahan dan kebijaksanaan
pahlawan itu.[16]
Kerajaan
iskandar dibagi-bagi oleh panglima perangnya yang semata-mata menjadi raja
sendiri dalam daerah masing-masing. Diantara mereka ada Seuleukos menguasai
bagian timur yang melingkungi India Utara. Dalam tindakannya untuk
mempertahankan kuasanya di negeri itu ia dikalahkan oleh Chandragupta dari
Magadha. Sehingga ia terpaksa berdamai di tahun 305 SM. Perdamaian itu amat
besar artinya, sebab semenjak itu Seuleukos mempunyai utusan di Pataliputra, ibukota
Magadha. Seorang di antara utusan-utusan bernama Megasthenes. Ia tuliskan
pengalamannya disana dengan rapi dan teliti. Surat-suratnya masih tersimpan dan
salinannya menjadi sumber yang amat berharga untuk mengetahui keadaan dalam
kerajaan Chandragupta pada masa itu 322 – 298 SM dan pemerintahan puteranya
raja Bindusara (298 – 172 SM).[17]
Seorang penulis
yang mahsyur lagi ialah Chanakya Vishnugupta, seorang Brahma, guru dan pembesar
penasehat Chandragupta.[18]
Tentang
peraturan pemerintah dan kehakiman di zaman ini, kitab Arthasastra memberikan
keterangan yang cukup. [19]
Keterangan-keterangan
itu semuanya menggambarkan Magadha sebagai suatu negeri yang maju dan mempunyai
kebudayaan tinggi, pemerintahan, keuangan, kehakiman, perekonomian serta cara
pertahanan yang teratur. Lagi pula, peraturan-peraturan pemerintahan tidak
ditiru dari manapun juga, melainkan muncul dari kebijaksanaan dan pikiran
sendiri.[20]
Pusat segala
kuasa adalah raja, dibawahnya terdapat raja-raja muda yang menguasai
daerah-daerah atau provinsi-provinsi. Disamping raja ada suatu badan penasehat
tinggi. Pusat pemerintahan diserahkan kepada 18 kementrian. Yang amat lengkap
ialah kementrian pertahanan negeri, dibagi atas 8 bagian. Pembesar-pembesar
negeri menerima gaji yang cukup supaya mereka jangan memeras penduduk. Pajak
tanah, cukai barang masuk, pajak penghasilan, semuanya terhiitung aturan-aturan
yang modern, sudah dijalankan dalam kerajaan Magadha. Untuk menambah hasil
pertanian diadakan pengairan yang sangat perlu dalam negeri yang panas seperti
India dengan cara besar-besaran.[21]
Pertahanan di
dalam negeri kuat sekali. Menurut keterangan Megasthenes balatentara Magadha
terdiri dari laki-laki 600.000 serdadu berjalan, 30.000 serdadu menunggang kuda,
9000 ekor gajah, dan 8000 kereta perang.[22]
Kaum Brahma
mendapatkan perlindungan yang luar biasa, oleh sebab itu mereka besar
pengaruhnya terhadap raja. Menurut berita dari kaum Jaina, raja Chandragupta
pada suatu waktu menarik diri dari pemerintahan dan menjadi pengikut Jaina, sesudah terjadi kelaparan yang hampir 10 tahun
lamanya sebab ia merasa berdosa terhadap rakyatnya. Ia diganti oleh putranya, Bindusara
(298 – 272 SM). Riwayat raja ini tidak begitu jelas, hal yang tentu ialah bahwa
raja itu pertama kali memerangi bangsa-bangsa di daerah Deccan di India tengah.[23]
Ia diganti oleh
putranya yang kelak mendapat nama yang mahsyur dalam sejarah India, ialah Asoka
Vandhana (272 – 232 SM).[24]
Sebelum Asoka
naik tahta kerajaan, ia memegang kekuasaan sebagai raja muda di India Barat, suatu
ujian untuk menunjukan kecakapannya. [25]
Berlainan dengan nenek dan ayahnya ia ternyata seorang yang lemah lembut, peramah,
dan suka berbakti, setia kepada agama dan amat mengasihi rakyatnya. Walaupun
demikian ia terpaksa berperang untuk mengadakan ketentraman di Deccan dan
menaklukan kerajaan Kalinga (di pantai Teluk Benggala). Setelah raja Asoka
mendengar bahwa dalam peperangan itu lebih kurang dari 100.000 orang Kalinga
binasa dan 150.000 orang ditawan, ia sangat sedih hati dan bersumpah tidak akan
mengangkat senjata lagi terhadap siapapun juga untuk selama-lamanya. Makin
nampaklah kerinduan raja untuk memeluk agama Buddha dan menjalankan segala
syarat-syarat agama itu dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pemerintahan.[26]
Di tahun 249 SM
atau 24 tahun sejak Asoka menjadi raja, baginda ziarah mengunjungi semua
tempat-tempat suci yang bersangkutan dengan hidup dan pengajaran Gautama
Buddha. Kota-kota itu ialah, Kapilavastu (tempat lahir Buddha), Sarnath dekat
Benares (tempat Buddha pertama kali menyebarkan agamanya), Sravasti, Gaya
(tempat pohon bodhi yang suci), dan Kusinagara (tempat wafatnya). Di
tempat-tempat itu baginda memberi sedekah dan mendirikan tanda-tanda peringatan
yang sampai sekarang sangat berarti bagi ilmu sejarah.[27]
Dengan resmi
raja Asoka meninggalkan agama Brahma dan memeluk Buddha. Kemudian baginda masuk
bikhsu (reshi), dari sikap ini jelaslah bahwa agama buddha di zaman itu
mendapat kedudukan sebagai agama kerajaan. Atas titah raja Asoka didirikan kurang
lebih 48.000 buah stupa yang masih ketinggalan ialah stupa yang mahsyur di
Sanchi (India Tengah), dekat ibu negeri provinsi yang di bawah pemerintahannya
dulu. Untuk anaknya putri Charumati yang sungguh berbakti didirikan oleh raja
beberapa wihara atau asrama bagi kaum wanita, terutama di bagian Nepal.[28]
Di waktu
pemerintahan Asoka, seluruh India hampir dapat disatukan. Hanya bagian ujung
selatan dan Sailan yang belum takluk kepadanya, kepulauan Sailan dikirim
utusan-utusan untuk mengajarkan agama Buddha. [29]
Dari zaman Asoka
sampai sekarang pulau Sailan adalah pusat pertahanan Buddha. [30]
Dalam sejarah
India belum pernah terdapat seorang raja yang begitu luas kerajaannya seperti
Asoka. Kerajaan Chandragupta di abad ke-5 Sesudah M dan kerajaan Moghul (Sultan
Akbar dan keturunannya) di abad ke-16 dan 17 tidak sampai menyamai kerajaan
Asoka itu.[31]
Yang penting
sekali dalam sejarah pemerintahan Asoka yang memahsyurkan namanya pula sampai
sekarang ialah tulisan-tulisan (prasasti) yang dipahat di dinding-dinding dan
tiang-tiang batu (Zuilen).[32]
Asoka dengan
resmi memeluk agama Buddha. Akan tetapi rakyat pada umumnya masih setia kepada
agama hindu, yang sudah berakar teguh dalam masyarakat tersebut sejalk
purbakala. Pandit-pandit Brahma masih besar pengaruhnya kepada rakyat. Asoka
mengeluarkan amanat supaya di antara agama-agama atau mazhab-mazhab haruslah
ada ikatan persaudaraan dan perdamaian; tiap-tiap agama merdeka melakukan
kebaktian dan mendapat perlindungan yang sama terhadap raja. Pendidikan
masyarakat didasarakan pada pengajaran Buddha. Oleh sebab itu ia melarang
membunuh makhluk berjiwa, baik manusia atau hewan. Yang melanggar akan mendapat
hukuman yang keras. Agama Buddha percaya bahwa manusia itu dalam hidupnya
melalui beberapa tingkat dan menjelma tiap-tiap kali dalam suatu jenis makhluk.
Penjelmaan itu ditentukan oleh karma, yang terdapat pada tiap-tiap manusia, yaitu
hasil dari segala perbuatannya yang baik atau buruk. Oleh karena itu, manusia
dan penjelmaannya tidak boleh dibunuh.[33]
Dalam
maklumatnya, Asoka memerintahkan supaya tiap-tiap orang menghormati orang
tuanya leluhurnya, dan orang-orang yang di atasnya. Kewajiban yang ketiga
adalah supaya setiap orang mencari kebenaran dan menuntut kerendahan dan
kemurahan hati. Perbuatan-perbuatan raja Asoka yang penting berhubung dengan
ibadah dan kesucian semangat ialah mendirikan rumh sakit dan rumah miskin, menyediakan
pondok-pondok untuk merawat hewan-hewan yang sakit, memberi derma kepada orang
yang bertapa (sangha), mendirikan wihara-wihara dan asrama-asrama, mengirim
utusan keluar negeri untuk memperkuat perdamaian, misalnya ke Iran, Mesir, dan
Sailan, mengadakan penjagaan di jalan-jalan raya, menyediakan pesanggrahan, sumur-sumur
air air, menanam pohon buah-buahan di pinggir jalan untuk umum dlsb.[34]
Di Sailan, pusat
agama Buddha, ia dihormati sebagai seorang manusia yang telah mencapai
penjelmaan Bodhisatwa.[35]
Kerajaan Maurya
rupanya di bawah pemerintahan Asoka sudah sampai kepada puncak yang
setinggi-tingginya. Setelah raja wafat kaum Brahma yang merasa kedudukannya
sangat dibelakangkan di tengah-tengah masyarakat yang berdasar pada filsafat
Buddha mengajak rakyat supaya melawan Dasaratha, putera Asoka. Kerajaan Maurya
mulai mundur dan terpisah-pisah. Akhirnya keturunan Asoka hanya dapat
mempertahankan sebagian dari kerajaan yang luas itu.[36]
Tahun 185
sebelum Masehi raja Maurya penghabisan Brihadrata dibunuh oleh panglima
perangnya Pushyamitra Sunga sengaja merebut kuasa dari tangan raja yang lemah
itu untuk memperkuat perlawanan terhadap musuh yang mengancam dari sebelah
Baktria dan Turkestan (bangsa Parthi). Musuh itu hendak menyerbu ke dalam
kerajaan Maurya yang sudah lapuk itu.[37]
Keturunan-keturunan
Sunga memrintah 112 tahun lamanya. Kejadian-kejadian yang penting tidak berapa
yang diketahui. Mual-mula raja Kalinga yang ditaklukan oleh Asoka dapat merebut
kerajaannya kembali, sehingga Pushyamitra terpaksa mengadakan perdamaian yang
mengurangi kuasanya.[38]
Peristiwa yang
kedua ialah peperangan dengan Menander raja Kabul, di sebelah timur Persia yang
seakan-akan hendak meniru Iskandar Zulkarnain dan bermaksud merebut India, akan
tetapi ia dikalahkan oleh Pushyamitra (155 sebelum Masehi). Inilah peperangan
penghabisan yang dilakukan oleh bangsa dari sebelah barat terhadap India.
Penjajahan imperialisme Barat baru mulai 1650 tahun kemudian dan datangnya dari
laut, yaitu mula-mula dengan kedatangan seorang portugis di abad ke-15 dan
seterusnya orang Inggris di abad ke-17.[39]
Raja-raja Sunga
tidak begitu menyukai agama Buddha; mereka itu memihak kepada kepada agama
Brahma. Dalam pemerintahan Pushyamitra kebiasaan-kebiasaan Brahma dihidupkan
lagi. Yang ajaib diantaranya ialah pengorbanan kuda (asvamedha).[40]
Seekor kuda yang
bagus dan berwarna luar biasa setelah dihiasi menurut upacara, dilepaskan dan
dihalaukan kemana-mana. Semua negeri-negeri dimana kuda itu nampak harus tunduk
atau diperangi. Sesudah satu tahun lepas, barulah kuda itu ditangkap dan
dibunuh serta dikorrbankan dengan upacara yang sebesar-besarnya.[41]
Kita tahu, agama
Buddha melarang keras pembunuhan hewan, maka jelaslah bahwa perbuatan demikian
semata-mata penghinakan agama Buddha. Pengorbanan kuda semacam itu akan kita
temui lagi lima abad kemudian, yaitu di zaman Samudragupta. Raja Sunga
penghabisan tidak berkuasa lagi, melainkan menjadi boneka saja di tangan
menterinya Vesudeva, yang akhirnya raja itu juga dan menjadi penggantinya (73
sebelum Masehi). Keturunannya bernama Kanva. Raja-raja Kanva memerintah selama
45 tahun saja dan diganti raja-raja Andhra, terdiri dari 30 turunan dan
memerintahkan hampir 250 tahun lamanya, sampai tahun 225 tarikh Masehi.[42]
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. Agama-Agama
Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press. Cet. 1. 1988
Djam’annuri. Agama Kita: Perspektif
Sejarah Agama-Agama. Yogyakarta: Kurnia Alam
Semesta. Cet. 2. -
Gudamani. Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Yayasan Wisma Karma. 1987
Mulia. INDIA: Sejarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta:
Balai Pustaka. Cet. 1. 1959
[1] - .
Agama Kita: Perspektif Sejarah
Agama-Agama. Editor:Djam’annuri.
(Yogyakarta:
Kurnia Alam Semesta, Cet. II. ). h. 31-32
[2]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 19
[3]
Mukti Ali, Agama-Agama Dunia. (Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Press, Cet. 1, 1988). h. 94
[5]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 20
[6]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 21
[7] ibid
[8] ibid
[9] ibid
[10]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 22
[11] ibid
[12] ibid
[13]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 22-23
[14]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 23
[15] ibid
[16]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 25
[17]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 26
[18] ibid
[19] ibid
[20] ibid
[21]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 27
[22] ibid
[23] ibid
[24] ibid
[25] ibid
[26]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 27 - 28
[27]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 28
[28] ibid
[29] ibid
[30] ibid
[31] ibid
[32] ibid
[33]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan Pergerakan
Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 30
[34]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 30-31
[35]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 31
[36] Ibid
[37] ibid
[38] ibid
[39]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 31-32
[40]
Mulia, INDIA: Sejarah Politik dan
Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 32
[41] ibid
[42] ibid
Kok iskandar zulkarnain , raja zulkarnain dalam islam adalah raja yang memenjara kaum ya'jut ma'jut , sedangkan kalau dinasti maurya raja macedonia/yunani nya adalah Alexandre the great
BalasHapus